Rusuh Di Mako Brimob, Aksi Teror Atau Rasa Ketidakpuasan Napi?

Kerusuhan Mako Brimob, Aksi Teror atau Ketidakpuasan Napi?
Dr Widodo Judarwanto, pediatrician

Kasus kerusuhan di Penjara Mako Brimob tampaknya akan menjadi setitik sejarah kelam dibalik prestasi kehebatan Polri dalam memberantas Teroris. Justru napi yang divonis tindakan teroris itu melakukan penyanderaan anggota Polisi Pasukan Khusus Polri, yang berujung terbunuhnya 5 anggotanya. Menjadi ironis saat Kapolri membeberkan prestasinya dalam pemberantasan teroris di dunia Internasional.

Tetapi justru saat yang sama di markas pasukan andalannya telah kebobolan napi teroris bisa menyandera dan membunuhi anggotanya. Bila dicermati seperti awal disampaikan Polisi kerusuhan itu tampaknya bukan kasus teror tetapi sekedar ketidak puasan napi karena masalah makanan. Karena, bila itu aksi teroris maka pelaku tidak ada kata menyerah.

Bila aksi teror pasti polisi akan menghabisi pelaku seperti tindakan terorisme lainnya. Tetapi saat ini justru isu yang berkembang liar justru ditebarkannya ketakutan terhadap kasus teroris dan kekejaman teroris.  Sebenarnya mungkin isu pentingnya adalah keterbatasan sarana Lapas atau kegagalan membuat SOP pengamanan yang tepat dan dilakukan dengan disiplin baik.

Isu yang berkembang justru fokusnya berubah menjadi isu kekejaman teroris, keberadaan Ahok dan keterlibatan ISIS. Justru isu itu mungkin lebih menakutkan daripada kerusuhan karena ketidakpuasan para napi itu sendiri.  Masyarakat harus tahu apakah terdapat penyebab yang lain sehingga para napi bertindak di luar batas ?

Penjara di mako brimob mungkin adalah penjara yang paling aman dan paling ketat di Indonesia. Karena, berada di dalam markas pasukan khusus kepolisian Indonesia. Korps Brigade Mobil atau sering disingkat Brimob adalah kesatuan operasi khusus yang bersifat paramiliter paling dibanggakan milik Kepolisian Negara Republik Indonesia.  Bahkan Korps Brimob juga dikenal sebagai salah satu unit tertua yang ada di dalam organisasi Polri.

Ketika Markas Besarnya dapat dibuat jungkir balik oleh beberapa napi. Tetapi masih saja bisa kebobolan oleh tindakan penyanderaan petugas. Lebih tragis, juga diungkapkannya napi teroris yang berhasil merakit bom di dalam sel penjara.  Bayangkan bagaimana bila penjara di Mako Brimob yang super ketat masih bisa kecolongan apalagi di penjara lainnya. Maka, masyarakat tidak heran dalam penjara lainnya ternyata napi bisa mengendalikan bisnis narkoba atau bahkan membuat narkoba dalam penjara.

Hal ini ditunjukkan pernyataan presiden, koferensi pers Menko Polkam dan Wakapolri tentang kasus itu tampaknya masih belum menjawab misteri yang ada. Akhirnya, berbagai spekulasi berkembang liar tentang penyebab kehebohan itu baik oleh pemerintah dan masyarakat. Pemerintah melalui Menko Polkam dan Wakapolri menyebutkan teror sudah direncanakan, kekejaman, keganasan dan kesadisan pelaku.

Sedangkan masyarakat justru lebih tertarik dengan isu keberadaan Ahok atau pengalihan isu kebangkitan #2019gantipresiden. Sedangkan masyarakat kelompok lain seperti biasa selalu melemparkan isu radikalisme, anti NKRI dan anti Pancasila.


Benarkah Kasus Teror?

Tudingan faktor penyebab adalah tindakan teror, teror yang direncanakan, keterlibatan ISIS, radikalisme atau anti NKRI mungkin bisa terbantahkan. Tetapi memang tampaknya terjadi banyak kejanggalan dalam kasus ini.

Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.

Bila kerusuhan itu modusnya teror atau kegiatan teroris pasti pelaku tidak akan menyerahkan diri dengan negosiasi apapun. Bila kerusuhan itu bertujuan teror atau bernuansa teroris maka pelaku pasti militan, tidak ada kamus untuk menyerah, melawan dan lebih baik mati. Karena, mati syahid adalah tujuan utama para teroris. Tetapi faktanya, tidak ada satupun napi tersebut yang melawan saat diultimatum polisi untuk segera menyerah.

Bila itu aksi teroris pasti pelaku akan melakukan perlawanan baku tembak seperti kasus teroris lainnya. Bila hal itu aksi teroris, seperti halnya tindakan lainnya densus 88 cenderung akan menghabisi para teroris tanpa ampun. Tetapi anehnya, tidak ada cerita baku tembak antara napi dan polisi.

Sebenarnya Polisi pada awalnya kejadian itu telah menyebutkan bahwa kerusuhan tersebut karena hal sepele dan kejadian spontan. Karopenmas Polri Brigjen Muhammad Iqbal, Rabu (9/5) menjelaskan kerusuhan dipicu karena makanan kiriman untuk napi. Makanan atau benda apa pun yang dikirimkan kepada tahanan harus sesuai dengan standard operating procedure (SOP).

“Masalah makanan yang harus sesuai SOP verifikasi dari kami,” katanya. Namun, napi tersebut tidak terima sehingga cekcok antara napi dan petugas pun tidak dapat dihindari. Akibatnya beberapa orang polisi mengalami luka-luka. Untuk diketahui, kerusuhan terjadi pada Selasa (8/5) malam pukul 19.30 WIB.

Sejumlah tahanan membobol pintu dan dinding sel tahanan, kemudian cekcok dengan petugas dan berakhir kerusuhan. Tampaknya masalah makanan adalah hanya salah satu penyebab dari berbagai akumulasi ketidak puasan napi. Kerusuhan di penjara Mako Brimob mungkin sama yang terjadi di lembaga pemasyarakatan (lapas) dalam 3 tahun belakangan ini sering terulang. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya bangunan, dokumen penting yang hancur dibakar, juga banyak narapidana melarikan diri dan penyerangan sipir penjara. Bahkan di beberapa kasus kerusuhan lapas juga menelan korban jiwa, baik korban narapidana maupun petugas lapas.

Sejumlah analisis menyebutkan kerusuhan tersebut karena ketidakpuasan napi dengan alasan daya tampung lapas yang berlebih, fasilitas kehidupan minim, kualitas makanan sangat memprihatinkan dan tidak manusiawi.

Bagaimana napi tidak bergejolak saat dimasukkan dalam sel yang berhimpitan tidak bisa bergerak leluasa. Belum lagi makanan yang tidak lebih baik dari makanan kucing di kota kota besar.

Perilaku kolusi dan suap bagi pengunjung napi juga masih belum juga bisa diatasi Kemenkumham. Banyak pengamat mengatakan bahwa penyebab utamanya bukan karena perilaku impulsif atau spontan para napi.

Alasan lain yang perlu diwaspadai adalah kerusuhan lapas merupakan api dalam sekam karena akumulasi masalah keterbatasan sarana, lemahnya pengawasan karena keterbatasan tenaga, sehingga hal tersebut harus diwaspadai karena bisa kapan saja meledak dengan dampak yang lebih besar seperti kerusuhan di Mako Brimob ini.

Menilik ulasan itu maka tampaknya permasalan utama kerusuhan Mako Brimob adalah ketidak puasan napi karena kondisi lapas, kelemahan Super Maximun Security penjara dan SOP petugas yang tidak disiplin atau kurang baik. Ketidakpuasan napi biasanya akumulasi dari berbagai ketidakpuasan karena perlaukan dalam lapas seperti fasilitas makan.

Dibatasinya kunjungan dan sangat ketatnya pemberian makanan dikabarkan menjadi penyebab utama kejadian heboh itu seperti disampaikan penasehat hukum para napi. Ketidakpuasan napi karena keterbatasan fasilitas dan daya tampung berlebihan sehingga timbul kerusuhan biasa terjadi di seluruh Indonesia. Hanya saja kerusuhan ini lebih heboh karena menyangkut napi teroris dan pihak keamanannya bukan sipir tetapi pasukan Brimob.

Faktor ketidakpuasan napi lainnya yang dapat dijadikan faktor penyebab kemarahan hebat ketika muncul video di media sosial teriakan teriakan napi yang emosi karena ada yang menginjak Al Quran. Tetapi tampaknya video tersebut harus diselidiki lebih jauh tentang lokasi dan waktu kejadiamnya untuk memastikannya. Polisi harus transparan agar tidak berkembang menjadi berita hoax yang menyebar secara liar tanpa dikonfirmasi kebenarannya.  Bila hal ini menjadi pemicu perbuatan di luar batas para napi, mungkin saja ada relevansi. Karena, setiap orang bila keyakinannya diusik maka akan bertindak di luar rasio sehat. tetapi apapun penyebabnya perbuatan membunuh dan melukai  tidak bisa ditelorerir.

Introspeksi Penguasa

Bila kerusuhan itu terjadi karena akumulasi ketidakpuasan napi maka biasanya hanya reaksi spontan. Sehingga kasus keganasan, kesadisan atau kekejaman yang ditudingkan pelaku mungkin saja benar atau tidak benar. Apalagi seperti dilansir media nasional kompas.com diungkapkan ketika kain kafan jenazah polisi yang gugur dilarang dibuka oleh keluarga. Hal inilah yang membuat kasus kekejaman dan keganasan pelaku itu menjadi misteri dan banyak kejanggalan.

Pengalaman berharga ini, tidak perlu membuat malu mengakui kegagalan dalam menerapkan Super Maximum Security. Penjara sudah barang tentu didesain dengan ketat agar tidak ada kriminal yang bisa melepaskan diri dan kabur dari hukuman.

Tapi, bahkan penjara paling ketat pun tidak menghentikan usaha pelarian diri dari orang-orang yang dipenjara di dalamnya. Bukan hanya penjara super ketat di Mako Brimob, penjara super ketat Alkatrazpun pernah kebobolan. Bila Polri tidak fokus dalam kelemahannya maka, pengalaman terbaik ini akan bisa terulang dan terulang lagi.

Ketika informasi masih belum tranparan dan jelas sehingga berbagai isu lebih liar dan luas berkembang. Sehingga sebaiknya masyarakat harus menunggu penyelidikan dan penyidikan lebih jauh apakah hal itu merupakan tindakan teroris atau hanya ketidakpuasan napi.

Bila kerusuhan yang terjadi hanya karena masalah ketidakpuasan napi tetapi berita yang mendominasi justru kekejaman dan keganasan napi teroris maka substansi permasalahan utama kelemahan polisi menjadi tertutupi.

Ketika kerusuhan ketidakpuasan napi divonis tindakan teror maka justru isu kekejaman, keganasan dan kekerasan napi yang dikembangkan pihak tertentu demi kepentingan tertentu justru membuat rakyat panik dan takut. Masyarakat jadi semakin takut, bayangkan dimarkasnya saja polisi bisa kebobolan aksi teror.

Jadi, kepanikan itu justru dipicu oleh keliaran berita yang berseliweran di media. Seharusnya polisi konsisten seperti awal bahwa kerusuhan itu karena masalah kesalahpahaman makanan yang berujung bentrok antar para napi dan polisi.

Bila hal itu nantinya dinyatakan aksi teror atau tindakan terorisme maka memang rakyat harus melawan dan terus mewaspadainya. Bila nantinya kerusuhan itu dipastikan di meja hijau ditetapkan sebagi tindakan teror maka tagar kamitidaktakut dan #kamibersamapolisi dapat terus diviralkan. Tetapi ketika kerusuhan itu bukan merupakan aksi teror maka menjadi aneh ketika gerakan #kamitidaktakut dan #kamibersamapolisi itu terus digelorakan.

Bila substansi peristiwa penting itu tidak dipahami bangsa ini, maka kerusuhan dalam Lembaga Pemasyaratan akan terus terjadi. Saat mata masyarakat dialihkan pada aksi terorisme padahal mereka mungkin sudah kembali ke jalan yang benar. Maka hal itu adalah upaya menutupi ketidakmampuan pemerintah untuk memanusiakan narapidana di dalam lapas yang sangat memprihatinkan.

Bila hal itu terjadi bukan merupakan akai teror maka tagar yang lebih sesuai adalah #perbaikisaranapenjara atau #manusiakannapi. Napi juga manusia yang mempunyai hak untuk menebus kesalahan yang telah dilakukannya.

Tetapi tragisnya, saat vonis teroris, koruptor, maling dan perampok dijatuhkan, masyarakat sulit melepas stigma kejahatan yang telah dilakukan para napi itu. Sehingga setiap tindakan napi teroris meski bukan aksi teror tetapi selalu dianggap aksi terorisme.

Maka menjadi janggal ketika penguasa dan pendukungnya terus memviralkan #kamitidaktakut padahal kerusuhan itu mungkin bukan aksi teror tetapi hanyalah ketidakpuasan napi karena buruknya sarana dan prasarana lapas. Tetapi tampaknya harus diungkapkan lebih jelas oleh polisi mengapa hanya karena makanan atau karena ketidak puasan semata sampai membuat para napi itu bertindak di luar batas.   /beritasepuluh

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama